belajar, belajar lagi, belajar terus dan belajar selamanya

|
Saya tidak ingat kapan tepatnya terakhir kali saya menghabiskan waktu sampai pagi untuk belajar dengan ditemani bergelas-gelas kopi. Seingat saya ketika saya masih kuliah dulu di umur 21 dan masih bujangan. Dan malam ini, di umur saya yang ke 25 dan telah memiliki seorang bayi mungil, saya mulai begadang lagi untuk belajar. Namun kali ini lain, kalau dulu saya belajar untuk persiapan UAS atau agar bisa dapat nilai A, sekarang saya belajar untuk dan karena banyak hal yang lebih penting daripada sekedar lulus mata kuliah. Belajarku malam ini adalah untuk masa depan keluargaku. Malam ini saya menikmati belajar lebih dari yang pernah saya alami. Saya merasakan belajar adalah panggilan hidup, bukan sekedar sarana untuk mencapai tujuan. Dimana ketika tujuan telah tercapai, belajar kerap kali ditinggalkan. Lihat saja para sarjana-sarjana yang baru lulus atau mereka yang selesai masa training pra jabatan, apakah mereka masih melakukan ritual memegang buku (dan membacanya) pada jam 11 malam. Karena belajar hanya sebagai sarana mencapai tujuan, ketika tujuan tercapai belajar ditinggalkan, buku tak tersentuh lagi. Ketika jabatan seseorang sudah mapan, semangat belajar itu tak berkobar seperti dulu. Otak ini tak lagi lapar akan ilmu atau haus akan pengetahuan baru. Yang terpikirkan adalah menikmati hidup dengan mencari hiburan praktis. Dan buku-buku yang dulu pernah dibeli, atau di fotokopi semasa kuliah kini menjadi saksi bisu 'bahwa dulu aku pernah belajar'.


Menjadi pegawai tetap (apalagi PNS) Seringkali membuat seseorang lupa, atau lebih tepatnya merasa tidak perlu lagi untuk belajar. Karena apa yang mesti dipelajar? toh sehari-hari dia berhadapan dengan hal-hal yang itu-itu saja. Kalaupun ada hal baru, paling hanya sedikit dan bisa dipelajari sambil makan siang. Akibatnya otak beku, pikiran tumpul, sudut pandang sempit. Diluar itu semua, belajar adalah keputusan masing-masing individu yang saya tak kuasa memaksakannya. Saya pun begitu tumpul setelah selesai kuliah, hingga ketika saya menjadi ayah dan mulai memikirkan masa depan anak dan istri saya jika saya terus begini-begini saja.


Sekilas tentang saya, saya pernah mengecap pendidikan di universitas terbaik di negri ini dan lulus dengan gelar DO setelah tiga tahun menikmati manisnya bangku kuliah. Menganggur selama satu tahun sungguh membuat hati dan pikiran dangkal, hingga akhirnya saya dterima (lebih tepatnya dititipkan) bekerja sebagai staf proyek dengan status kontrak hingga saat ini. Tak ada pilihan kerja yang banyak bagi orang yang ijazah terakhirnya SLTA seperti saya, sehingga setelah 4 tahun bekerja, status saya masih bukan pegawai tetap. Saya sadar kehidupan saya, terutama keluarga, tidak bisa seperti ini terus. Suatu saat nanti keluarga saya perlu tempat tinggal yang lebih luas dari rumah tipe 22, anak saya perlu sekolah dan kuliah, motor bukanlah pilihan alat transportasi yang nyaman lagi jika anak sudah besar dan bertambah, dan itu semua rasanya jauh tercapai jika saya terus bertahan dalam pekerjaan ini.


Saya pernah mencoba kuliah lagi selama hampir 2 tahun untuk menambal masa depan, and it's not work. Terlalu banyak menyita waktu dan uang untuk sekedar kuliah di perguruan tinggi ecek-ecek, dan saya DO untuk yang kedua kali. Saya bukan orang yang berpikiran sempit, saya pernah kuliah di universitas terbaik di negri ini, diajar dan bergaul dengan orang-orang yang diatas rata-rata. Saya sadar dunia tak sesempit RSSS. Masih banyak rezeki diluar sana untuk dijemput selain dengan menjadi pegawai atau karyawan. Dan disinilah saya malam ini kembali merintis cita-cita saya dulu sewaktu kuliah, yaitu menjadi entrepreneur, menjadi bos dari diri sendiri, membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, menciptakan multiplier effect bagi negara, ikut serta menggenjot perekonomian, suatu cita-cita yang luhur daripada hanya menunggu gaji bulanan.


Dan syarat mutlaknya .... saya harus kembali belajar, dan belajar lagi, belajar banyak, belajar terus, belajar tanpa henti, melakukan terobosan, inovasi, menjadi kreatif. Sekarang saya merasakan belajar bukanlah sebuah keharusan atau beban, namun sebagai kenikmatan dan panggilan hidup. Justru saat ini silabus pembelajaran saya penuh sampai-sampai saya tak mau menuliskannya karena khawatir malah jadi terintimidasi.


Saya harap jiwa ini terus menjadi mahasiswa hingga kakek-kakek nanti, yang minimal seminggu sekali akrab dengan kopi bergelas-gelas untuk mempelajari sesuatu yang berguna dengan penuh antusias.

0 komentar:

Posting Komentar