rika akana

|

Kemarin, tiba-tiba aku teringat seorang tokoh dari melodrama Jepang yang pertama kali kutonton waktu kelas 6 SD, waktu itu tahun 1994 jika aku tidak salah. Judulnya Tokyo Love Story, tapi disini aku tidak akan menceritakan jalan ceritanya, aku hanya ingin meng-highlight salah satu karakter wanitanya. Yang ternyata sepanjang hidupku, ia menjadi sosok wanita yang ingin sekali kutemui di dunia nyata, she my inspiration. Namanya adalah Rika Akana, seorang wanita periang atau paling tidak ingin selalu terlihat periang meski orang yang dicintainya justru mencintai orang lain. Ketika orang yang dicintainya lebih memilih menemani wanita lain daripada memenuhi janji dengan dirinya, ia masih bisa tersenyum pada lelaki yang dicintainya dan berkata tidak apa-apa, walalupun ia menangis saat berpaling.

90 persen take Rika Akana memperlihatkan ia sedang dalam kondisi gembira. Saat ini aku bahkan masih bisa membayangkan senyumannya, meski telah berlalu 16 tahun. Adakah seorang wanita seperti Rika Akana di dunia nyata ini? Apakah aku salah mengharapkan kehadiran wanita seperti dia dalam hidupku? Adilkah diriku mengharapkan pasanganku selalu terlihat ceria seperti Rika?

Ataukah justru aku yang harus menjdi seperti Rika, menjadi ceria dan terlihat ceria di hadapan orang lain. Dan jika terpaksa ada air mata aku hanya akan menyimpan untuk diriku sendiri.

sudahkah aku menjadi seorang ayah?

|
Hari ini sudah hampir setengah tahun aku menjadi seorang ayah. Dari sudut pandang biologis aku telah menjadi seorang ayah, namun dari sudut pandang pola pikir dan perilaku, sudahkah diri ini menjadi sosok ayah? Ada banyak makna tersembunyi dalam deretan empat huruf tersebut. Menjadi ayah berarti menjadi lebih bertanggung jawab dalam hal mencari rezeki yang halal dan berkah, menjadi ayah berarti menjadi sosok yang bisa diteladani, menjadi ayah berarti menjadi pemimpin yang mempunyai visi, misi dan tindakan yang jelas untuk masa depan keluarga. Dan mungkin ada beribu makna lagi.
Kini aku bukan pasangan muda lagi, apalagi bujangan. Tidak boleh memikirkan hanya dirinya sendiri. Setiap tindakan sebisa mungkin memberi kontribusi kepada keluarga. Kadang aku merasa malu ketika mendapatkan diriku masih main game untuk kesenangan sendiri, sementara aku tahu waktu yang terpakai untuk main game bisa digunakan untuk membantu pekerjaan rumah tangga, atau belajar tentang menjadi suami atau ayah yang baik, atau belajar untuk meningkatkan skill untuk meningkatkan daya saing. Kadang aku menyayangkan diriku sendiri yang masih belum bisa konsisten dalam melakukan yang terbaik di rumah maupun di tempat kerja.
Sadarlah…. kau bukan bujangan lagi, kau kini seorang AYAH!

terlalu sibuk untuk membaca!!

|
Semenjak punya menikah, apalagi setelah punya bayi. Rasa-rasanya saya kurang akrab lagi dengan yang namanya membaca, entah itu buku atau artikel-artikel yang dipungut dari internet. Saya jadi bertanya… lalu waktu 24 jam itu habis untuk apa saja? Kalau menyisihkan waktu sejam sehari untuk membaca saja tidak sempat.
Saya ingin anak saya hobi membaca, melahap buku seperti melahap cokelat atau es krim. Kalau begitu mulai sekarang saya berusaha membangkitkan kebiasaan membaca yang pernah tenggelam ditelan kemapanan.

kita tak pernah punya hak untuk mengeluh

|
Jadilah pribadi yang hebat dengan tidak pernah mengeluh. Kadang kita merasa punya hak untuk mengeluh karena motor kita mogok di jalan dah harus mendorong sampai satu kilometer. Tak pernah terlintas dalam benak kita bahwa seorang pria tua renta masih harus mengayuh sepedanya belasan bahkan puluhan kilometer setiap hari, melewati teriknya panas dan guyuran hujan, hanya untuk mencari beberapa ribu rupiah. Yang itu semua dijalaninya tanpa ada kata-kata protes pada Sang Maha Kuasa.


Dilihat dari sudut pandang ini, kita yang tiap hari kerja di gedung yang megah, di ruang ber-AC, dan penghasilan berkali-kali lipat UMR. Kita bukanlah apa-apa dibanding lelaki tua renta yang tiap hari bersepeda dari ke kampung ke kampung menjajakan jualannya, hanya mengenakan pakaian usang yang entah sudah berapa tahun, sendal jepit, dan topi tuanya. Dalam hal rasa syukur kita kalah telak dengan sang lelaki tua renta dengan sepedanya.

biarkan sisanya ditanggung Tuhan

|
Dalam hidup ini ada fase dimana kita seolah dituntut, baik oleh kekuatan dari luar maupun desakan dari dalam diri, untuk menyelesaikan berbagai macam masalah sekaligus atau mencapai beberapa target yang semuanya tidak mudah pada saat yang bersamaan. Sementara waktu tak pernah lebih panjang dari 24 jam sehari, dan tenaga manusia terbatas. Hingga terkadang kita berpikir untuk hanya mentargetkan hal-hal yang biasa saja, menyelesaikan masalah-masalah yang kecil saja sehingga kita tidak perlu dibebani oleh hal yang terlalu banyak ini. Seorang motivator pada sebuah acara televisi mengatakan 'Lakukan apa yang bisa kamu lakukan dan serahkan apa yang belum mampu kamu lakukan pada Tuhan, usahakan apa yang bisa kamu usahakan dan Tuhan akan menanggung semua yang belum mampu kamu usahakan'.


Jadi jika ada 100 hal yang mesti kita selesaikan, dan dengan waktu dan usaha yang maksimal dari diri kita hanya mampu menyelesaikan yang 20. Serahkan 80 hal lainnya pada Tuhan, percayalah bahwa ia yang akan menyelesaikan sisanya, entah lewat tangan orang lain atau justru lewat tangan kita sendiri, atau bahkan lewat sebuah keajaiban (believe that miracles do happen). Namun sebuah kebenaran tidak otomatis menjadi kenyataan jika kita tidak cukup percaya. Kita harus cukup percaya pada kebenaran ini untuk menjadikan kebenaran menjadi kenyataan.


Masih banyak orang yang belum percaya bahwa Tuhan tidak mampu menanggung masalahnya.

land of the flightless bird

|
Terinspirasi oleh sebuah iklan TV, yang menampilkan sekumpulan burung dalam jumlah banyak, bertengger di sebuah pulau. Yang mereka lakukan hanya mondar-mandir di pulau sambil memandangi langit dan objek-objek yang sesekali melintas di antara awan. Sampai suatu ketika ada seekor burung yang berlari ke arah jurang dan menjatuhkan dirinya ke arah laut, semua burung memandanginya (maybe the other thought he was crazy), namun sebelum menyentuh permukaan laut ia berbalik ke atas dan melakukan apa yang selama ini hanya ada dalam kamus teman-temannya yang lain, the flightless bird, ia akhirnya TERBANG.


Sungguh iklan yang menginspirasi, bagi mereka yang masih mempunyai keinginan TERBANG. Be honest man, it happen on our everyday life. Aku, mungkin juga kebanyakan orang lain, hidup di tengah-tengah the flightless bird, atau bahkan menjadi bagian darinya. Burung-burung yang sebenarnya bisa terbang namun terlalu takut dan khawatir untuk menjatuhkan diri mereka ke jurang, padahal itulah satu-satunya cara dan harga yang harus dibayar untuk dapat terbang. Apa yang ada di pikiran the flightless bird mungkin seperti ini :


  1. Tanpa harus terbang pun kita masih bisa makan dan bertahan hidup
  2. Ada resiko kita jatuh ke laut dan mati, jadi lebih baik tetap disini dan tetap bertahan hidup
  3. Aku akan sendirian jika aku terbang, jadi lebih baik disini bersama yang lain
  4. Aku akan jauh dari burung-burung yang selama ini kukenal jika aku terbang sementara mereka masih disini
  5. Terlanjur cinta dengan daratan
  6. Dan alasan lain yang tidak dapat dituliskan satu persatu, berhubung saya tak bisa membaca pikiran the flightless bird satu persatu


Apakah seperti itu juga yang ada dalam pikiran Anda?. Only you who can answer it.


Based on my experience, aku hidup di tengah orang-orang yang tidak lagi bermimpi dan menetapkan tujuan yang hebat, yang memimpikannya saja butuh keberanian. Aku hidup di tengah orang-orang yang isi kepalanya dipenuhi rasa takut dan kekhawatiran, ketidakmauan mengambil resiko, stagnan, kontroversial, status quo, kolot, terjebak rutinitas. Aku sendiri bukanlah tipe orang seperti itu, aku lebih baik hidup sebentar dan mengalami banyak hal daripada hidup lama dan mengalami hal yang sama berulang kali. Aku lebih memilih mengambil resiko untuk mencapai tujuan daripada tetap di tempat yang sama tanpa tujuan, bahkan jika tempat yang lama terasa nyaman. Aku ingin terjun ke jurang, mengepakkan sayapku, menghadapi resiko tercebur ke laut, dan disaat yang sama mendapat kemungkinan untuk dapat melakukan apa yang orang lain bahkan tidak pernah bermimpi dan berpikir untuk melakukannya, which is FLY (don't take it literally).


Dan inti dari tulisan ini adalah, saya suka iklan ini.

cinta bukan transaksi

|
Sebuah kata-kata bijak dari India mengungkapkan dengan sangat manis sekali tentang apa itu cinta:


Apakah mungkin bagi mawar untuk berkata; aku akan memberikan keharumanku pada orang baik dan menahannya dari orang jahat
Apakah mungkin bagi matahari untuk berkata; aku akan memberikan cahayaku hanya kepada orang baik dan tidak memberikan sinar kepada orang jahat
Apakah mungikin bagi sebuah pohon untuk berkata; aku akan memberikan keteduhanku hanya kepada orang yang baik padaku, dan tidak memberinya untuk orang yang tidak baik padaku
Dan sebuah pohon tetap akan memberikan keteduhan bahkan kepada orang yang menebang dirinya
Dan jika pohon tersebut adalah pohon yang berbau harum, ia akan meninggalkan keharumannya pada kapak yang digunakan untuk menebang dirinya


Tuhan dan alam telah menunjukkan apa itu cinta, cinta ada sebelum manusia ada. Cinta tidak mengenal syarat. Seberapa besar dari kita yang pernah mengalami cinta tanpa syarat. Pernahkan ada seseorang yang mengatakan pada kita "Aku mencintaimu apa adanya, bagaimanapun dirimu, jika kau berbuat baik aku akan berbuat baik padamu, namun jika kau berbuat jahat padaku, aku akan tetap berbuat baik padamu".


Cinta bukan "jika kau baik padaku aku akan baik padamu, jika kau jahat padaku aku akan jahat padamu". Cinta bukan "jika kau mencintaimu aku akan balik mencintaimu, jika kau tidak mencintaiku lagi jangan berharap aku masih memberikan cintaku padamu".


Tidakkah kita mencontoh kepada Allah yang memberikan sinar matahari, oksigen, makanan, minuman, kesehatan, emas dan perak kepada orang suci dan para pendosa? Aku masih jauh dari mengerti apa itu cinta. Namun setidaknya aku mengerti sedikit tentang apa yang bukan cinta. Cinta bukan transaksi.


Dalam berumah tangga, kadang emosi kita terpicu oleh sikap dan perilakunya yang mengundang kekesalan dan kemarahan. Namun satu hal yang selama ini aku keliru. Betapapun kesal dan marahnya kita kepada pasangan kita tetap kita jangan berhenti mencintainya. Tetap kita harus berbuat baik padanya. Memang sulit, namun tidak berati tidak perlu dipelajari.


Frankly, I don't feel it yet in my marriage, hope someday I'll find it. Or I find it somewhere else.

bukit belakang rumah

|
Adventure, without it life will become so damn boring. The question is where you can find an adventure? The first answer is on your heart, there is no single adventure if you don't have a spirit of adventure. The second answer may vary for every person, it could be on mountain, on forest, or hill backyard. Hence, the adventure don't need to be big or take a long time. Beberapa petualangan kecil justru menunggu di tempat-tempat yang selalu kita lewati ketika kita melakukan rutinitas hidup, atau di tempat yang jaraknya tidak sampai satu kilometer dari tempat tinggal kita. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan petualangan tersebut bisa jadi cukup beberapa jam atau hanya satu jam.


In my case, aku memulai petualanganku dengan memanjat bukit yang jaraknya kurang lebih lima ratus meter dari rumah tempat aku tinggal. Aku telah melewati bukit tersebut belasan atau puluhan kali, dan pernah terbesit beberapa kali untuk mendakinya. Akhirnya kemarin, secara spontan, aku mendakinya. Bukit setinggi gedung bertingkat sepuluh itu seolah menantang jiwa petualangku. Perjalanan ke atas secara rute tidak terlalu sulit, hanya perlu meniti jalan yang dibuat oleh petani yang memiliki ladang di permukaan bukit tersebut. Hanya saja kaki dan jantung yang tidak terlatih ini tak terbiasa dengan jalan berkemiringan 30 – 50 derajat. Tekadku adalah; tak ada tempat istirahat sebelum sampai diatas. Jantungku berdegup kencang setelah mendaki lebih dari setengah perjalanan, setiap langkah layaknya 10 meter lari sprint, pikiran tidak sempat berpikir tentang masa lalu dan masa depan, yang ada hanya langkah ini dan langkah berikutnya. Di saat kelelahan di tempat yang asing itu justru aku merasa hidup. Bangga kepada diriku sendiri yang telah mengikuti kata hati, berani melakukan hal-hal baru, berani menerima tantangan.


At the top, semua kelelahan saat mencapai puncak terbayar lunas, aku bisa melihat rumahku dari sini dan kota Cilegon hanya dengan memutar badan. Aku duduk seolah-olah tak ingin beranjak dari situ, namun betapapun indahnya pemandangan saat itu, aku tak mungkin selamanya berada disitu, jika siang tiba puncak bukit ini tidak lagi menjadi tempat yang ramah. Satu lagi pelajaran hidup yang kuambil dari petualangan kecil ini: Tak ada hal apapun, bahkan jika hal tersebut indah atau sangat-sangat indah, layak dipertahankan. Jika kita mempertahankan sesuatu, dan bukan membiarkannya mengalir, maka sesuatu itu lama kelamaan akan kehilangan keindahan dan manfaatnya. Biarkan segalalsesuatu mengalir seperti sungai, kepergian satu hal indah memberi ruang kepada hal yang lebih indah lagi. Jika kita tak bersedia meelpaskan keindahan dalam hidup kita, keindahan dalam bentuk lain tidak bisa mengisinya.


I'ts time to go back. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Aku bisa saja melewati rute tempat aku naik tadi, tapi itu akan terlalu panjang dan bisa terasa membosankan karena aku pernah melaluinya sekali. Jadi aku memutuskan untuk mengambil jalan singkat ke bawah, melalui rute (lebih tepatnya tanpa rute) menerobos ilalang setinggi tubuh, rumput setinggi lutut, batu-batu licin, lumpur, intinya aku melewati jalan yang belum pernah dilalui orang. Satu lagi filosofi dari petualangan kecil ini, jika kau tak mampu menemukan jalan buatlah sendiri. Aku tergores, terpeleset, terjatuh tapi itu bukan masalah. Ketika sampai ke bawah, perasaan lega dan sukses menyeruak di hati, meski sepatu penuh lumpur, seluruh baju kotor, badan gatal-gatal dan tergores, that's no problemo. Ada perasaan berhasil disitu, seperti habis menjuarai kejuaraaan. Dan semua itu kulakukan dari jam 6 pagi sampai dengan jam 7 pagi. Satu jam yang sangat-sangat berarti.


Dan aku berjanji pada diriku untuk mencari petualangan-petualangan kecilku sendiri, mendaki bukit yang lain, atau pergi ke pulau, melewati jalan-jalan yang belum pernah kulalui, ke tempat-tempat yang belum pernah kukunjungi. Petualangan itu ada dimanapun, siap untuk menyambut para jiwa-jiwa petualang. Bukan hanya tujuan yang penting dalam sebuah petualangan, namun hal-hal filosofis, pelajaran-pelajaran hidup, dan rasa hidup yang kita alami sepanjang petualangan.

belajar, belajar lagi, belajar terus dan belajar selamanya

|
Saya tidak ingat kapan tepatnya terakhir kali saya menghabiskan waktu sampai pagi untuk belajar dengan ditemani bergelas-gelas kopi. Seingat saya ketika saya masih kuliah dulu di umur 21 dan masih bujangan. Dan malam ini, di umur saya yang ke 25 dan telah memiliki seorang bayi mungil, saya mulai begadang lagi untuk belajar. Namun kali ini lain, kalau dulu saya belajar untuk persiapan UAS atau agar bisa dapat nilai A, sekarang saya belajar untuk dan karena banyak hal yang lebih penting daripada sekedar lulus mata kuliah. Belajarku malam ini adalah untuk masa depan keluargaku. Malam ini saya menikmati belajar lebih dari yang pernah saya alami. Saya merasakan belajar adalah panggilan hidup, bukan sekedar sarana untuk mencapai tujuan. Dimana ketika tujuan telah tercapai, belajar kerap kali ditinggalkan. Lihat saja para sarjana-sarjana yang baru lulus atau mereka yang selesai masa training pra jabatan, apakah mereka masih melakukan ritual memegang buku (dan membacanya) pada jam 11 malam. Karena belajar hanya sebagai sarana mencapai tujuan, ketika tujuan tercapai belajar ditinggalkan, buku tak tersentuh lagi. Ketika jabatan seseorang sudah mapan, semangat belajar itu tak berkobar seperti dulu. Otak ini tak lagi lapar akan ilmu atau haus akan pengetahuan baru. Yang terpikirkan adalah menikmati hidup dengan mencari hiburan praktis. Dan buku-buku yang dulu pernah dibeli, atau di fotokopi semasa kuliah kini menjadi saksi bisu 'bahwa dulu aku pernah belajar'.


Menjadi pegawai tetap (apalagi PNS) Seringkali membuat seseorang lupa, atau lebih tepatnya merasa tidak perlu lagi untuk belajar. Karena apa yang mesti dipelajar? toh sehari-hari dia berhadapan dengan hal-hal yang itu-itu saja. Kalaupun ada hal baru, paling hanya sedikit dan bisa dipelajari sambil makan siang. Akibatnya otak beku, pikiran tumpul, sudut pandang sempit. Diluar itu semua, belajar adalah keputusan masing-masing individu yang saya tak kuasa memaksakannya. Saya pun begitu tumpul setelah selesai kuliah, hingga ketika saya menjadi ayah dan mulai memikirkan masa depan anak dan istri saya jika saya terus begini-begini saja.


Sekilas tentang saya, saya pernah mengecap pendidikan di universitas terbaik di negri ini dan lulus dengan gelar DO setelah tiga tahun menikmati manisnya bangku kuliah. Menganggur selama satu tahun sungguh membuat hati dan pikiran dangkal, hingga akhirnya saya dterima (lebih tepatnya dititipkan) bekerja sebagai staf proyek dengan status kontrak hingga saat ini. Tak ada pilihan kerja yang banyak bagi orang yang ijazah terakhirnya SLTA seperti saya, sehingga setelah 4 tahun bekerja, status saya masih bukan pegawai tetap. Saya sadar kehidupan saya, terutama keluarga, tidak bisa seperti ini terus. Suatu saat nanti keluarga saya perlu tempat tinggal yang lebih luas dari rumah tipe 22, anak saya perlu sekolah dan kuliah, motor bukanlah pilihan alat transportasi yang nyaman lagi jika anak sudah besar dan bertambah, dan itu semua rasanya jauh tercapai jika saya terus bertahan dalam pekerjaan ini.


Saya pernah mencoba kuliah lagi selama hampir 2 tahun untuk menambal masa depan, and it's not work. Terlalu banyak menyita waktu dan uang untuk sekedar kuliah di perguruan tinggi ecek-ecek, dan saya DO untuk yang kedua kali. Saya bukan orang yang berpikiran sempit, saya pernah kuliah di universitas terbaik di negri ini, diajar dan bergaul dengan orang-orang yang diatas rata-rata. Saya sadar dunia tak sesempit RSSS. Masih banyak rezeki diluar sana untuk dijemput selain dengan menjadi pegawai atau karyawan. Dan disinilah saya malam ini kembali merintis cita-cita saya dulu sewaktu kuliah, yaitu menjadi entrepreneur, menjadi bos dari diri sendiri, membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, menciptakan multiplier effect bagi negara, ikut serta menggenjot perekonomian, suatu cita-cita yang luhur daripada hanya menunggu gaji bulanan.


Dan syarat mutlaknya .... saya harus kembali belajar, dan belajar lagi, belajar banyak, belajar terus, belajar tanpa henti, melakukan terobosan, inovasi, menjadi kreatif. Sekarang saya merasakan belajar bukanlah sebuah keharusan atau beban, namun sebagai kenikmatan dan panggilan hidup. Justru saat ini silabus pembelajaran saya penuh sampai-sampai saya tak mau menuliskannya karena khawatir malah jadi terintimidasi.


Saya harap jiwa ini terus menjadi mahasiswa hingga kakek-kakek nanti, yang minimal seminggu sekali akrab dengan kopi bergelas-gelas untuk mempelajari sesuatu yang berguna dengan penuh antusias.

being helper

|
Di tempatku bekerja, istilah helper mengacu pada tenaga harian yang tidak memiliki keahlian khusus dengan rate bayaran paling rendah diantara jabatan-jabatan lain. Tenaga harian yang tugasnya mengandalkan otot semata (oke, 100% mengandalkan otot mungkin pernyataan yang terlalu berlebihan, kurang lebih 90% otot dan 10% pikiran). Tidak ada yang lebih rendah dan lebih kuli pekerjaannya dari helper. Tidak ada yang ingin berlama-lama menjadi helper. Namun aturannya, sebaian besar orang yang baru mulai bekerja disini mesti memulai karirnya dari awal, atau helper. Tidak terkecuali aku, ketika baru pertama kali menginjakkan kaki bekerja di tempatku bekerja sekarang aku mulai menjabat sebagai helper, sama seperti mereka yang bekerja di lapangan dengan ijazah terakhir SD dan tugasnya hanya mengelap casing turbin. Tanpa mempedulikan status pendidikanku yang DO semester 6 dari universitas terbaik, skill yang aku miliki, daya tangkap yang cepat, etos kerja yang rajin, bla bla bla. But, I'm ok with that, prinsipku bekerja dengan gaji rendah jauh lebih baik daripada tidak bekerja sama sekali. Lagipula hukum alam akan bekerja dengan sendirinya jika mereka tahu level kompetensiku yang sebenarnya (jika hukum alam tidak berlaku di perusahaan disini, mungkin aku akan pindah kerja).


Setelah enam bulan bekerja, akhirnya atasanku tergugah bahwa aku memang tidak layak lagi disetarakan dengan jabatan helper, jadi aku dinaikkan jabatannya dan menjadi bukan helper lagi. Waktu terus berjalan, dan suatu saat sebuah pikiran melintas.. tas... tas... tas. Ternyata jabatan pertama di tempat pertama aku bekerja adalah isyarat Tuhan atas suatu pekerjaan yang harus kulakukan selama sisa hidupku. Jabatan yang pertama kuanggap rendah merupakan jabatan tertinggi yang pernah terpikir bagiku. Helper secara harfiah berarti penolong, and thats what I'm up for it. Menjadi penolong bagi sesama manusia, dalam bentuk apapun. Being helper mean to help, to help mean to give something useful, and nothing more noble than that.